Microfinance

Pengertian microfinance

 Mikro dalam istilah microfinance lebih menjelaskan mengenai ‘inferiority’ atau keterbatasan, yaitu inferioritas dari masyarakat miskin (the poors) yang sulit atau terbatas aksesnya kepada pelayanan jasa keuangan/perbankan. Beberapa definisi mengenai microfinance antara lain sebagai berikut:

  • International Management Communications Corporation (IMCC): microfinance sebagai seperangkat teknik dan metode perbankan non-tradisional untuk membuka akses seluas-luasnya kepada sektor yang tidak tersentuh jasa keuangan formal.
  • The Foundation for Development Cooperation: microfinance sebagai penyediaan jasa keuangan khususnya simpanan dan pinjaman bagi rumah tangga miskin yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal.
  • Asian Development Bank: microfinance sebagai penyediaan layanan keuangan yang seluas-luasnya, seperti deposito, pinjaman, jasa pembayaran, transfer uang dan asuransi kepada orang miskin dan rumah tangga berpenghasilan rendah dan kepada usaha-usaha kecil/mikro.
  • Marguerite S. Robinson : microfinance sebagai layanan keuangan skala kecil khususnya kredit dan simpanan yg disediakan bagi mereka yang bergerak di sektor pertanian, perikanan atau peternakan; yang mengelola usaha kecil atau mikro yg meliputi kegiatan produksi, daur ulang, reparasi atau perdagangan; yang menyediakan layanan jasa; yang bekerja untuk memperoleh upah atau komisi; yg memperoleh penghasilan dari/dengan cara menyewakan tanah, kendaraan, tenaga hewan ternak, atau peralatan dan mesin-mesin; dan kepada perseorangan atau kelompok baik di pedesaan maupun di perkotaan di negara-negara berkembang.

                                                                                                 

Mengapa Micro Finance penting?

            pertama, sebagai salah satu instrumen dalam rangka mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya mempunyai usaha skala mikro. Terminologi World Bank, mereka disebut sebagai economically active poor atau pengusaha mikro. Dalam konfigurasi perekonomian Indonesia, lebih dari 90% unit usaha merupakan usaha skala mikro. Mengembangkan usaha skala mikro merupakan langkah strategis karena akan mewujudkan broad bases development atau development through equity. Mereka membutuhkan permodalan guna mengembangkan kapasitas usahanya. Dengan usaha yang meningkat (menjadi usaha skala kecil), secara efektif akan mengatasi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri dan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam kategori fakir miskin. Pada sisi lain, skim keuangan mikro sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah.

            Kedua, Untuk menggerakkan ekonomi rakyat yang berimplikasi positif terhadap perekonimoan nasional. Bisa dibayangkan jika dalam satu desa terdapat 70 kelompok dengan jumlah seluruhnya 1500KK mendapatkan pinjaman rata-rata Rp.1juta, maka akan ada dana segar sebesar Rp.1,5M, yang kemudian dibelanjakan sebagai barang dagangan, maka perekonomian di desa tersebut akan bergerak memutar roda perekonomian yang akan memiliki efek beranting (multiplier effect) sampai pada perekonomian nasional. Itu baru satu desa.

 

Beberapa prinsip dasar dalam keuangan mikro:

  • Keuangan Mikro adalah layanan keuangan yang harus mampu memenuhi 4 kriteria yakni: menjangkau rakyat miskin dan paling miskin, memberdayakan perempuan, kelembagaan mandiri dan berkelan-jutan secara finansial, serta dampak kegiatannya terukur baik secara ekonomi maupun sosial.
  • Kegiatan Lembaga Keuangan Mikro tidak dibatasi pada besarnya modal yang dimiliki, tetapi pada pemberian pelayanan yang lebih fokus pada rakyat miskin dan usaha mikro.
  • Keuangan Mikro adalah sistem pembiayaan bagi usaha mikro yang memberikan layanan keuangan beragam, yang meliputi layanan kredit, simpanan, asuransi, pengiriman uang, dan pembayaran.
  • Peran pemerintah dalam pengembangan keuangan mikro adalah untuk memungkinkan (enabling) perkembangan kegiatan keuangan mikro, bukan sebagai penyedia layanan keuangan mikro secara langsung. Pemerintah juga berperan dalam melakukan pembinaan usaha mikro agar Usaha Mikro dapat berkembang serta membantu menciptakan peluang pasar baik dalam negeri maupun ekspor.

 

Lembaga Keuangan Penyedia Keuangan Mikro

         Penyedia keuangan mikro di Indonesia sangat bermacam-macam dan terfragmentasi. Begitu banyak jenis LKM namun begitu kurangnya transparansi dan belum adanya lembaga yang mampu menghimpun dan mengkoordinir informasi yang utuh mengenai sector ini. LKM formal seperti bank komersil dan BPR (bank perkreditan rakyat) lebih mudah untuk dikontrol dan relative lebih “sustainable”, namun sayangnya biasanya kurang focus terhadap misi pengurangan kemiskinan, sisi komersil lebih di kedepankan. Adapun LKM yang lebih kecil yang memang di swadayai oleh masyarakat dan lebih memiliki focus dalam menyasar ke masyarakat miskin, kapasitasnya masih kurang. Keterbatasan mayoritas LKM yang ada saat ini adalah ‘size’ yang relative sangat kecil, ketatnya peraturan yang membatasi disertai dengan terbatasnya sumber-sumber dana (source of funding)  dan lemahnya sisi management.

         Secara umum Lembaga keuangan mikro yang beroperasi di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang formal dan semi formal. Lembaga keuangan formal terdiri dari bank komersial (BRI, DSP, Mandiri dll) , bank regional & BPR dan Perum Pegadaian. Sedangkan Lembaga keuangan semi-formal terdiri dari koperasi, lembaga keuangan non-bank dan LSM seperti dijelaskan oleh table berikut:

Bank Umum

Bentuk: Bank Umum (milik pemerintah/swasta)

 

 

 

Diatur oleh UU Perbankan

     

 

 

Diawasi oleh : BI

 

 

 

 

 

Bank Lain yang Teregulasi

Bentuk: BPD (Bank Pembangunan Daerah), BPR (milik pemerintah atau swasta)

 

Diatur oleh: UU Perbankan

     

 

 

Diawasi oleh: BI

       

 

Bank Lain yang Teregulasi

Bentuk: BPR-BKP (Bank Kredit Desa)

 

 

 

 

Diatur oleh: UU Perbankan

     

 

 

Diawasi oleh BRI

 

 

 

 

 

Lembaga Keuangan Non-Bank

Bentuk: BKK (Badan Kredit Kecamatan), LPD (Lembaga Perkreditan Desa)

 

Diatur oleh: Pemerintah Daerah

   

 

 

Diawasi oleh: BPD

 

 

 

 

 

PNM

Dibawah DepKeu

       

 

Pegadaian

Dibawah DepKeu

 

 

 

 

 

Koperasi/Koperasi Kredit

Diatur oleh UU Koperasi

     

 

Lembaga Pengembangan Pendanaan Formal

Bentuk: LKM/LSM/BMT yang tidak teregistrasi

 

 

 

Sebaran Lembaga Keuangan Mikro

 

Lembaga Keuangan Mikro Non-Bank

 

KSP (Kop. Simpan Pinjam)

1598

USP (Unit Simpan Pinjam)

36485

LDKP (lembaga dana & kredit pedesaan)

2272

Koperasi Syariah

3038

Koperasi Kredit & LSM

1146

Jumlah

44539

*Sumber Departemen Koperasi 2007

 

Bank Perkreditan rakyat

 

BPR

1653

* Sumber Bank Indonesia 2012

 

 

 

Bagaimana pelayanan kepada nasabah mikro dapat menggerakkan perekonomian di suatu negara

         Saat ini pandangan terhadap bisnis mikro mulai berubah seiring dengan perkembangan kondisi dimana bisnis mikro ternyata relatif bisa survive dalam menghadapi krisis ekonomi. Di negara berkembang, jasa perbankan umumnya hanya menjangkau dari kurang 20% penduduk, dan sisanya tidak pernah terjangkau sama sekali oleh pelayanan lembaga keuangan formal, meski pun sektor ini jumlah dan potensinya sangat besar. Program microfinance dapat menyediakan pembiayaan kurang dari USD 10 sampai dengan USD 10.000. Jika kita dapat melayani penduduk yang termasuk dalam kategori economically active poor, serta diasumsikan 50% dari pelayanan berhasil, maka nasabah mikro yang berhasil lama kelamaan akan meningkat menjadi nasabah ritel yang potensial dan menyerap banyak tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dan keberhasilan nasabah ritel akan mampu mendorong sektor riil disuatu negara.

 

Referensi

http://edratna.wordpress.com/2007/04/21/bagaimana-microfinance-dapat-menggerakkan-ekonomi-masyarakat-berpenghasilan-rendah/

http://ceraharry.blogspot.com/2013/03/microfinance-di-indonesia-peluang-dan.html

Leave a comment